Penghitungan kerugian negara yang disorot diduga akan mempengaruhi putusan terdakwa korupsi BTS

Liputan6.com, Jakarta – Sejumlah saksi ahli kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo menyoroti pendekatan total loss yang digunakan Badan Pengawasan dan Pembangunan Keuangan (BPKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menentukan kerugian keuangan pemerintah sebesar Rp 8,03 triliun. Tidak benar, kondisi ini dinilai memberi peluang bagi para terdakwa untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU.

“Kemarin kalau ada pengawasan, misalnya ahli yang turun ke lapangan mengetahui ada kesalahan dalam proses audit, seharusnya cepat dilakukan, namanya audit ulang. Untuk melakukan audit ulang, substansi utamanya dapat berupa hasil audit sebelumnya. “Kalau ada kekeliruan langsung dihitung, itu kekeliruan, kekeliruan, sehingga bisa dijadikan bahan hakim dalam menentukan besaran kerugiannya,” kata Madzakir, pakar hukum pidana, kepada wartawan, Rabu. 11/1/2023).

Menurut Mudzakkir, para terdakwa harus segera mengambil tindakan untuk memperbaiki dugaan kesalahan perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.

“Yang terpenting para terdakwa segera membenahi pekerjaannya saat itu, berdasarkan fakta bahwa pemeriksa segera menghitung ulang, artinya mengoreksi perhitungan BPKP, yang ini tidak masuk, yang ini tidak masuk, yang ini tidak masuk. memasuki. . Alasan satu, dua, tiga, lalu menilai kalau ada kerugian sebesar itu, itu saja.

“Jika hal itu dilakukan, maka hakim akan berpedoman pada besarnya kerugian sebagai alat untuk menjatuhkan pidana. Hal ini perlu dilakukan (apalagi pengujian masih berlangsung), sehingga produk dikritik tanpa audit, maka audit tersebut perlu direvisi. Dia melanjutkan: Ini adalah bagaimana hal itu harus dilakukan.

Mudzakkir mengatakan, penghitungan kerugian keuangan pemerintah dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo yang dinilai tidak tepat oleh sejumlah saksi ahli di pengadilan, bisa jadi juga benar. Selain itu, BPKP dinilai tidak menganggap pekerjaan masih berlangsung dan sejumlah Rp 1,7 triliun telah dikembalikan ke BAKTI oleh konsorsium pelaksana proyek.

Baca Juga  Penerapan ricuh lahan di Ciputat: Pertama ditolak, datang lagi, alamatnya berubah

“Dalam proses evaluasinya, BPKP sebenarnya bisa saja lalai karena tidak mempertimbangkan tingkat kesulitan pekerjaan terkait pemasangan BTS di wilayah tertinggal, perbatasan, dan terluar. Istilahnya 3T, karena jauh dan berbatasan,” dia berkata., Harus dipertimbangkan.

Selain itu, proyek BTS 4G merupakan perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang saat itu terimbas situasi Covid-19. Proses penerapannya pada akhirnya mengikuti kebijakan pemerintah di masa pandemi.

“Mungkin BPKP tidak melihat ini, dia hanya melihat waktu, waktu itu sudah lewat ya, waktu sudah lewat, tidak pernah diperhatikan karena kondisi yang pemerintah sebelumnya sebut karantina. “Itulah yang membuat proses ini sulit,” katanya.

Pantauan Mudzakkir, hingga tahap uji coba kasus terbaru, proyek BTS 4G saat ini sudah mencapai 97%. Tidak dapat dipungkiri bahwa waktu telah berjalan mundur, namun hal ini juga disebabkan oleh keadaan.

Lebih lanjut, ada hal mengejutkan lainnya dari keterangan saksi ahli Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjelaskan bahwa survei proyek BTS 4G menggunakan Google Earth diklaim memberikan informasi langsung atau live seperti CCTV. Hal ini juga ditentang oleh para ahli lainnya sehingga penetapan status proyek yang terhenti dianggap sangat wajib.

“Jadi kalau dihitung, misalnya sampai hari ini kasusnya dihadirkan sudah 97 persen. Jadi pertanyaannya, kita tidak tahu bagaimana BPKP menilainya. Kalau tidak diperhatikan kerugiannya besar ya, saya setuju dengan pendapat ahli. Mudzakkir menekankan: “Ini adalah standar audit.”

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *