KPAI mengakui peran tiga pusat pendidikan dalam mengakhiri kekerasan terhadap anak

Liputan6.com, Jakarta Dalam upaya membangun generasi emas, bangsa yang unggul dan berketahanan di masa depan, ada sebuah sarana yang patut mendapat perhatian khusus. Itu adalah pendidikan. Ya, melalui pendidikan diharapkan akan terbentuk sikap, watak, dan akhlak anak yang positif sehingga dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang positif serta mampu berperan aktif dalam pergaulan sosial yang baik dan berkontribusi terhadap kehidupan. membangun bangsa dan negara. keadaan.

Namun ironisnya, harapan besar tersebut dirusak oleh meningkatnya kasus kekerasan di satuan pendidikan. Dunia pendidikan di tanah air bisa dikatakan sedang mengalami “keadaan darurat yang penuh kekerasan”. Hal ini terbukti dengan maraknya tindakan perundungan dan penegakan hukum serta bentuk kekerasan lainnya di satuan pendidikan di berbagai daerah seperti Jakarta, Chilakap, Demak, Belura, Gersik, Lamongan, Balikpapan serta di berbagai daerah lainnya. Area yang tidak boleh diungkapkan. Kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es, dimana satu kasus muncul dan sisanya belum terselesaikan. Lalu satu kasus selesai, masih banyak kasus lain yang terbengkalai.

Berdasarkan data pelanggaran tunjangan anak yang disampaikan ke KPAI hingga Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus dengan rincian sebagai berikut:

  • Anak korban perundungan/bullying 87 kasus
  • Dalam 27 kasus, anak-anak korban diberikan fasilitas pendidikan
  • Anak-anak menjadi korban kebijakan pendidikan sebanyak 24 kasus
  • Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis sebanyak 236 kasus
  • Sebanyak 487 anak menjadi korban kekerasan seksual dan masih banyak lagi kasus yang tidak dilaporkan ke KPAI.

Data ini terus meningkat setiap bulannya, sehingga perlu adanya perhatian bersama untuk mengurangi jumlah kekerasan terhadap anak, khususnya di satuan pendidikan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa lingkungan pendidikan harus aman dan nyaman bagi anak untuk memaksimalkan tumbuh kembangnya.

Untuk itu perlu adanya intervensi semua pihak untuk mengatasi situasi darurat kekerasan di satuan pendidikan, baik pemerintah pusat maupun daerah, keluarga, masyarakat, aparatur sipil negara hingga RT/RW, satuan pendidikan, termasuk siswa.

Pandangan KPAI terhadap tingginya tingkat kekerasan di lingkungan pendidikan

Dengan mengambil langkah cepat, yakni memantau langsung kasus kekerasan, KPAI menaruh perhatian serius terhadap peningkatan kasus di satuan pendidikan. Selain itu, KPAI juga memantau langsung kasus kekerasan anak di sekolah di Rembang, Batam, terkait SDN Jakarta Selatan. Begitu pula dengan kasus siswa SMA di Silakap, kasus siswa MTs di Balik Papan dan berkoordinasi dengan pihak terkait termasuk aparat penegak hukum dan OPD terkait untuk mencegah dan menangani kasus tersebut di kemudian hari.

Dalam hal perlakuan, KPAI menekankan pada aspek pembinaan, pelatihan dan hukuman (penjara) untuk memberikan edukasi dan efek jera kepada pelanggar. Seluruh korban merasakan keadilan dan perlindungan, seluruh proses perkara anak tetap diutamakan dari sudut pandang UU Perlindungan Anak maupun UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

KPAI menilai beberapa faktor meningkatnya kekerasan di satuan pendidikan adalah:

  • Terjadi learning loss akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi covid-19
  • Pengaruh game online dan media sosial yang masih menyuguhkan tayangan penuh kekerasan dan ramah anak, sehingga melemahkan karakter, moral, dan budi pekerti anak.
  • Terdapat penyimpangan hubungan kekuasaan antara guru dan siswa, sehingga seringkali bentuk kebijakan atau hukuman yang dilakukan dapat berujung pada kekerasan terhadap siswa.
  • Terjadi penyalahgunaan hubungan kekuasaan antara pelajar dengan sesama pelajar, mereka merasa berasal dari golongan yang lebih tinggi, mereka merasa lebih berkuasa, sehingga mendorong terjadinya kekerasan terhadap golongan bawah atau mereka yang lebih lemah.
  • Selain itu, masih terdapat struktur kurikulum dan metode pembelajaran yang hanya terfokus pada pencapaian tujuan kognitif, sehingga pendidikan karakter kurang mendapat perhatian, serta lemahnya pengawasan terhadap satuan pendidikan, serta pengendalian kebijakan dan pengendalian. peraturan pelaksanaan. posisi dari Departemen Pendidikan

Penyebab lain rendahnya pengendalian diri anak adalah kehidupan keluarga yang tidak harmonis, kebijakan sekolah dalam menciptakan rasa aman dan keakraban terhadap seluruh siswa, serta pengawasan terhadap disiplin positif di satuan pendidikan yang masih rendah. Tak kalah pentingnya, terkadang penyajian informasi di media massa kurang menyenangkan, sehingga anak-anak di satuan pendidikan terpacu untuk meniru dan melakukan hal serupa, sehingga akibatnya rasa peduli, empati, dan kasih sayang terhadap sesamanya menurun. .

Quoted From Many Source

Baca Juga  Apa Saja Makanan Sehat Magelang Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *