Praktik pemalsuan masih marak, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengajak generasi muda untuk memahami hak kekayaan intelektual

Menurut Astrid, prinsip hukum hak cipta menganut nama deklaratif asli. Artinya, barangsiapa menciptakan ciptaannya secara nyata dan mengumumkannya terlebih dahulu, maka berhak atas ciptaannya.

“Hak cipta merupakan hak eksklusif yang dimiliki pencipta, sehingga penggunaan suatu ciptaan pribadi harus dilakukan atas izin pencipta atau pemegang hak cipta. “Hak cipta juga mencakup hak moral dan hak ekonomi,” jelas Astrid.

Ia juga mengingatkan, terkadang masyarakat, terutama generasi muda, tanpa sadar mempublikasikan sesuatu di media sosial dengan menggunakan karya orang lain.

“Jadi mari kita tingkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya hak kekayaan intelektual dalam kehidupan kita sehari-hari. Mari kita lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menghormati hak kekayaan intelektual seseorang,” pungkas Astrid.

Undang-undang HKI telah ada di Indonesia sejak tahun 1840-an, ketika pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang perlindungan HKI yang pertama pada tahun 1844. Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912.

Ketiga peraturan ini telah diubah dan direvisi sesuai dengan perkembangan zaman. Perubahan terakhir terjadi pada tahun 2001, dimana pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menggantikan undang-undang lama di bidang terkait.

Wiwin Winarti kembali menegaskan, undang-undang tersebut kini telah diperbarui.

“Terutama update masyarakat mengenai merek, paten, dan hak cipta,” jelas Wiwin.

Ia mengungkapkan, masyarakat belum banyak mengetahui atau memahami UU HKI sehingga pelanggaran terjadi secara asal-asalan. Oleh karena itu, dia menyarankan agar mereka mencari informasi mengenai UU Properti Hak Asasi Manusia secara online melalui website Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Semuanya online, lebih mudah,” kata Wiwin.